matum.id,JAMBI – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), telah memberikan defenisi secara lugas dan jelas menyangkut tentang arti slogan budaya “Musyawarah untuk mupakat” dimana musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah sementara mufakat artinya kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah.
Akan tetapi dalam konteks permasalahan tentang PT. Rimba Palma Sejahtera Lestari Pemerintah Provinsi Jambi harus mengingat bahwa pada teori hukum pidana musyawarah dan mupakat tidak selalu dapat untuk dijadikan alasan bagi Pembenaran yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh pelaku akan menjadi perbuatan dianggap patut dan benar dan alasan Pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku dimana perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.
Jangan sampai upaya diplomatis yang akan dan/atau telah dilakukan oleh pihak Pemerintah Provinsi Jambi dengan melakukan rapat fasilitasi terhadap penyelesaian masalah investor tersebut menimbulkan kesan bahwa Pemerintah Provinsi Jambi telah dengan sengaja melakukan perbuatan ataupun tindakan melegalisir pemerkosaan terhadap norma dan kaidah hukum yang berlaku.
Pelajari baik – baik niat pelaku dan indikasi perbuatan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak investor dimaksud, baik dari segi Pidana Lingkungan, indikasi penggunaan sejumlah Dokumen Palsu yang dibuat seakan – akan asli dan tidak Palsu menyangkut dokumen kegiatan eksport hasil produksi pabrik dimaksud, Pidana Perpajakan baik Pajak Pertambahan Nilai (Ppn), Pajak Penghasilan (Pph), maupun Pajak Eksport, Pidana Tata Ruang, Pidana Kehutanan, dan Tindak Pidana atas kegiatan Usaha tanpa Izin serta Tindak Pidana berupa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 32 (jo) Pasal 33 (jo) Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang wajib Daftar Perusahaan.
Pemerintah Provinsi Jambi, baik secara de jure maupun secara de facto telah menyatakan bahwa Badan Hukum Perseroan dimaksud telah melakukan perbuatan ataupun tindakan mengalih fungsikan kegiatan utama usahanya, sebagaimana yang tertera dalam Surat Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jambi Nomor : UND-945/DPM-PTSP-4.1/XI/2022 tanggal 23 November 2022, yang berarti Pemerintah Provinsi Jambi telah menyadari dan memiliki alat bukti yang cukup tentang dugaan adanya sejumlah tindakan melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh pelaku, terkesan jadi aneh kalau masih ada upaya diplomasi yang dilakukan.
Pemerintah Provinsi Jambi harus menyadari kebutuhan akan investor bukan berarti harus melegalisir pemerkosaan terhadap norma dan kaidah hukum yang berlaku, karena dalam keadaan tertentu pemerintah dapat melakukan upaya paksa untuk itu pemerintah dilengkapi dengan alat negara bersenjata dan dipersenjatai. Jangan sampai preseden jelek terhadap penegakan hukum masih tetap diyakini oleh masyarakat bahwa Hukum tajam kebawah tumpul keatas. Apalagi sampai ada penilaian Pemerintah melakukan perbuatan menghalangi upaya penegakan hukum.
Pemerintah harus ingat jabatan itu ada masanya atau tidak selamanya tetap berstatus sebagai pejabat ataupun penyelenggara negara, dibalik semua kepentingan kekuasaan jabatan, ada kepentingan masa depan anak bangsa yang harus dijadikan satu-satunya alasan yang paling mendasar dalam pengambilan keputusan ataupun suatu kebijakan, jangan sampai gagal paham dalam memahami pengertian pemerintahan yang dinamis (Dynamic Governance) yang akan berakibat generasi penerus akan menjadi tamu di rumah sendiri, menjadi budak di istana sendiri.
Sebaiknya dan yang terbaik serta tepat dan benar serahkan semua persoalan hukum pada leading sectornya yaitu Aparat Penegak Hukum (APH), baik itu Korps Bayangkara maupun Korps Adhyaksa, agar hukum benar – benar menjadi Panglima bagi Kekuasaan dan bukan menjadi alat cadangan dalam mempertahankan dan merebut kekuasaan yang diimpikan, serta harus mengingat prinsif moril membutuhkan investor bukan berarti harus melacurkan kehormatan, harkat dan martabat bangsa. Boleh murah hati tetapi bukan berarti harus jadi barang murahan.
Oleh : Jamhuri – Direktur Eksekutif LSM Sembilan